Langsung ke konten utama

Asas Legalitas

Pada dasarnya asas legalitas mengandung makna bahwa: 

perbuatan yang dilarang harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan; 

peraturan tersebut harus ada sebelum perbuatan yang dilarang itu dilakukan; dan peraturan tersebut tidak berlaku surut. 

Dalam Pasal 1 ayat (3) RUU KUHP draft tahun 2010, asas legalitas ini diperluas sehingga seseorang dapat dituntut dan dipidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat, meskipun perbuatan tersebut tidak dinyatakan dilarang dalam perundang-undangan. Perluasan ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena RUU KUHP tidak memberikan pengertian yang jelas apa yang dimaksud dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Dalam hukum pidana Indonesia, asas legalitas diatur dengan jelas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menentukan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Pasal 1 ayat (1) KUHP ini memuat dua hal penting yaitu: pertama, perbuatan pidana harus ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Kedua, perundang-undangan harus ada sebelum terjadinya perbuatan pidana tersebut. Asas legalitas yang telah diakui secara universal dalam sistem hukum pidana nasional yang dianut banyak negara tersebut diatur kembali dalam Pasal 1 RUU KUHP draf tahun 2010. Pasal 1 ayat (1) RUU KUHP menentukan bahwa tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundangundangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

Sebagaimana penjelasan dari ayat tersebut yang menyatakan bahwa ayat ini mengandung asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa suatu perbuatan hanya merupakan tindak pidana apabila ditentukan demikian oleh atau didasarkan pada UndangUndang. Dipergunakannya asas tersebut, oleh karena asas legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana. Oleh karena itu, ketentuan peraturan perundang-undangan pidana atau yang mengandung ancaman pidana harus sudah ada sebelum tindak pidana dilakukan. 

Hal ini, berarti bahwa ketentuan pidana tidak berlaku surut demi mencegah kesewenang-wenangan penegak hukum dalam menuntut dan mengadili seseorang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) RUU KUHP menentukan bahwa dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi. Penjelasan ayat ini menyebutkan bahwa larangan penggunaan penafsiran analogi dalam menetapkan adanya tindak pidana merupakan konsekuensi dari penggunaan asas legalitas.

Penafsiran analogi berarti bahwa terhadap suatu perbuatan yang pada waktu dilakukan tidak merupakan suatu tindak pidana, tetapi terhadapnya diterapkan ketentuan pidana yang berlaku untuk tindak pidana lain yang mempunyai sifat atau bentuk yang sama, karena kedua perbuatan tersebut dipandang analog satu dengan yang lain. 

Sumber:

BMP HKUM4203

https://jurnal.dpr.go.id/index.php/hukum/article/view/219

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANCASILA DASAR NEGARA

PANCASILA DASAR NEGARA OLEH F.X. Welly Dalam perjalanan sejarah, kedudukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara mengalami pasang surut baik dalam pemahaman maupun pengamalannya. Setelah runtuhnya Orde Baru Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Bahkan banyak kalangan menyatakan bahwa sebagian masyarakat bangsa Indonesia hampir melupakan jati dirinya yang esensinya adalah Pancasila. Pancasila nampak semakin terpinggirkan dari denyut kehidupan bangsa Indonesia yang diwarnai suasana hiruk-pikuk demokrasi dan kebebasan berpolitik. Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm) yang menjadi payung kehidupan berbangsa yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Sesungguhnya Pancasila bukan milik sebuah e...
  NARKOBA ? Narkoba, singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, merupakan masalah serius yang mengancam generasi muda dan masa depan bangsa. Dampak negatif narkoba tidak hanya merusak kesehatan fisik dan mental individu, tetapi juga menghancurkan kehidupan sosial dan ekonomi keluarga serta masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memahami bahaya narkoba dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif.   Bahaya Narkoba bagi Kesehatan   Narkoba memiliki efek merusak pada hampir semua organ tubuh. Penggunaan narkoba dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius, seperti:   - Kerusakan Otak: Narkoba dapat merusak sel-sel otak dan mengganggu fungsi kognitif, seperti memori, konsentrasi, dan kemampuan belajar. - Penyakit Jantung: Narkoba dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, seperti serangan jantung, gagal jantung, dan aritmia. - Kerusakan Hati: Narkoba dapat menyebabkan kerusakan hati, seperti hepatitis dan sirosis...
Filsafat René Descartes tentang Tuhan René Descartes, seorang filsuf dan matematikawan Prancis abad ke-17, memiliki pandangan yang khas dan berpengaruh tentang Tuhan. Dalam karyanya, terutama Meditations on First Philosophy, Descartes menggunakan argumen-argumen filosofis untuk membuktikan keberadaan Tuhan dan menjelaskan sifat-sifat-Nya. Ajaran Descartes tentang Tuhan 1. Keberadaan Tuhan sebagai Kepastian: Descartes menggunakan argumen ontologis dan argumen kosmologis untuk membuktikan keberadaan Tuhan. - Argumen Ontologis: Descartes berpendapat bahwa ide tentang Tuhan sebagai makhluk yang sempurna secara inheren mengandung keberadaan. Karena kesempurnaan mencakup keberadaan, maka Tuhan pasti ada. Jika Tuhan tidak ada, maka Ia tidak akan menjadi makhluk yang sempurna. - Argumen Kosmologis: Descartes berpendapat bahwa segala sesuatu pasti memiliki penyebab. Karena manusia adalah makhluk yang tidak sempurna dan terbatas, maka ia tidak mungkin menjadi penyebab keberadaannya sendiri. Oleh...