Langsung ke konten utama

KETUHANAN YANG BERKEBUDAYAAN

KETUHANAN YANG BERKEBUDAYAAN

Oleh : F.X. Welly

Arti ketuhanan merujuk pada konsep atau pengakuan terhadap adanya Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Dalam konteks spiritual, ketuhanan mencakup pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan, hubungan antara manusia dan Tuhan, serta penghayatan terhadap ajaran-ajaran yang berkaitan dengan kehidupan beragama.

Secara lebih luas, ketuhanan juga mencerminkan nilai-nilai moral dan etika yang dihasilkan dari pengakuan terhadap Tuhan, yang menjadi pedoman dalam berinteraksi dengan sesama dan lingkungan. Dalam banyak budaya, ketuhanan berfungsi sebagai sumber pengharapan, tujuan hidup, dan landasan bagi norma-norma sosial.

Ketuhanan menurut Pancasila merupakan sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa." Ini mencerminkan pengakuan terhadap adanya Tuhan yang satu, yang menjadi dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sila ini menekankan pentingnya toleransi antarumat beragama dan mengajak masyarakat untuk hidup rukun meskipun memiliki latar belakang agama yang berbeda.

Dalam konteks Pancasila,  ketuhanan juga menunjukkan komitmen untuk menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dalam setiap aspek kehidupan, serta mewujudkan keadilan sosial berdasarkan moral dan etika yang bersumber dari ajaran agama. Sila ini menjadi landasan bagi pengembangan karakter bangsa yang menghargai perbedaan dan memperkuat persatuan, serta sudah seharusnya membudaya, mengalir dalam darah, dan nadi, serta berdegub dalam setiap detak jantung bangsa Indonesia.

"Ketuhanan yang Berkebudayaan" adalah konsep yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan agama dengan budaya lokal dalam konteks kehidupan masyarakat. Adanya penghormatan terhadap keberagaman agar memahami dan menerima bahwa Indonesia memiliki banyak agama dan kepercayaan, konsep ini mendorong penghormatan terhadap perbedaan serta penerimaan nilai-nilai dari berbagai budaya.

Adanya aplikasi nilai-nilai agama dalam budayan yang menyiratkan bahwa ajaran agama dapat diadaptasi dalam praktik budaya sehari-hari, menciptakan sinergi antara nilai-nilai spiritual dan adat istiadat masyarakat, dan adanya penguatan identitas nasional yang mengedepankan pentingnya nilai-nilai religius dalam memperkuat identitas budaya bangsa, menjadikan spiritualitas sebagai landasan dalam kehidupan bermasyarakat.

Adanya pembangunan karakter bangsa guna mengintegrasikan ajaran moral dan etika dari agama ke dalam pendidikan dan pembinaan karakter, sehingga masyarakat memiliki akhlak yang baik dan berbudi pekerti luhur, serta harmoni sosial untuk menekankan pentingnya hidup rukun antarumat beragama dan antar budaya, membangun dialog yang konstruktif untuk menciptakan kerukunan.

Dengan mengedepankan "ketuhanan yang berkebudayaan," masyarakat dapat menciptakan suasana yang harmonis, di mana spiritualitas dan budaya saling melengkapi, memberikan warna dan kekayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta membangun peradaban hidup yang lebih baik untuk mencapai cita-cita dan tujuan bangsa yang sejati.

Referensi:

Yanto, D. (2016). Pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup dalam kehidupan sehari-hari. Ittihad14(25).

Hardiansyah, F., Budiyono, F., & Wahdian, A. (2021). Penerapan Nilai-nilai Ketuhanan Melalui Pembiasaan di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu5(6), 6318-6329.

Alimuddin, A., Erdalina, T., & Hanafi, I. (2021). KETUHANAN YANG BERKEBUDAYAAN Menjadi Shaleh dalam Bingkai Kebudayaan. Nusantara; Journal for Southeast Asian Islamic Studies17(1), 42-49.

Dewantara, A. W. (2015). Pancasila sebagai pondasi pendidikan agama di indonesia. CIVIS: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Dan Pendidikan Kewarganegaraan5(1).

Pattipeilohy, S. Y. E. (2018). Ketuhanan Yang Berkebudayaan: Memahami Pancasila Sebagai Model Interkulturalitas. GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual Dan Filsafat Keilahian3(2), 121-146.

Tampubolon, S. H. (2014). Suatu Studi Komperatif terhadap Konsep Tuhan Itu Esa Menurut Kitab Ulangan 6: 4 dengan Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pancasila (Doctoral dissertation, Program Studi Teologi FTEO-UKSW).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANCASILA DASAR NEGARA

PANCASILA DASAR NEGARA OLEH F.X. Welly Dalam perjalanan sejarah, kedudukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara mengalami pasang surut baik dalam pemahaman maupun pengamalannya. Setelah runtuhnya Orde Baru Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Bahkan banyak kalangan menyatakan bahwa sebagian masyarakat bangsa Indonesia hampir melupakan jati dirinya yang esensinya adalah Pancasila. Pancasila nampak semakin terpinggirkan dari denyut kehidupan bangsa Indonesia yang diwarnai suasana hiruk-pikuk demokrasi dan kebebasan berpolitik. Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm) yang menjadi payung kehidupan berbangsa yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Sesungguhnya Pancasila bukan milik sebuah e...

Tiga Dosa Besar Didunia Pendidikan

 Tiga Dosa Besar Didunia Pendidikan 1. Perundungan  Perundungan atau Bullying berasal dari bahasa Inggris: penindasan, penyiksaan, perundungan, atau pengintimidasian, yakni menggunakan ancaman, kekerasan, atau paksaan dalam rangka menyalahgunakan, mendomniasi atau mengintimidasi (KBBI, 2023). Bullying adalah sub kategori perilaku agresif yang ditandai dengan niat bermusuhan, ketidakseimbangan kekuatan, dan pengulangan selama periode waktu tertentu (Burger et al., 2015). Bullying dapat dilakukan secara individu atau kelompok, yang disebut mobbing, di mana pengganggu mungkin memiliki satu atau lebih "letnan" yang bersedia membantu pengganggu utama.  Bullying di sekolah dan tempat kerja juga disebut sebagai "peer abuse" (Busby et al., 2022). Bullying terjadi ketika seseorang "terpapar, berulang kali dan dari waktu ke waktu, tindakan negatif pada bagian dari satu atau lebih orang lain", dan tindakan negatif terjadi "ketika seseorang sengaja menimbulkan ce...

CINTA DALAM PANDANGAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME SARTRE

  CINTA DALAM PANDANGAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME SARTRE Cinta menjadi perhatian yang sangat menarik untuk didiskusikan maupun dalam rangka ditelaah serta dikaji. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan cinta memiliki keunikannya tersendiri untuk dibicarakan. Setiap orang memaknai serta mengartikan istilah cinta ini tanpa batas, sangat beragam dan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya. (Maharani, 2009) dalam bukunya Filsafat Cinta menjelaskan bahwasanya cinta itu adalah sebuah aktivitas aktif yang dilakukan oleh manusia terhadap objek lain, hal tersebut dapat berupa pengorbanan diri, rasa empati, kasih sayang dan perhatian, rasa ingin membantu, memiliki kepatuhan serta menuruti perkataan atau bersedia melakukan apapun yang diinginkan oleh objek yang dicintai tersebut. Dalam konteks ini cinta mampu mempengaruhi serta memberikan perubahan yang luar biasa bagi yang sedang mencintai. Cinta tidak terlepas juga dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu memb...