Sosiologi I
Sosiologi berasal dari bahasa
Latin yaitu Socius yang berarti kawan, sedangkan Logos berarti ilmu
pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku
yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte
(1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi
dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah
sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan
memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat,
dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang
dibangunnya.
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi
merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran
ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Sosiologi
bersifat obyektif artinya sosiologi selalu didasarkan pada fakta dan data yang
ada tanpa ada manipulasi dari data. Sosiologi bersifat sistematis artinya
sosiologi disusun secara rapi, sesuai dengan kaidah keilmuan. Sosiologi
bersifat andal artinya sosiologi dapat dibuktikan kembali, dan untuk suatu
keadaan terkendali harus menghasilkan hasil yang sama. Sosiologi bersifat
dirancang/direncanakan artinya sosiologi didesain lebih dahulu sebelum
melaksanakan aktivitas penyelidikan.
Sosiologi bersifat akumulatif artinya
sosiologi merupakan ilmu yang akan selalu bertambah dan berkembang seiring
dengan perkembangan keinginan dan hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Penemuan (kesimpulan, kebenaran) kemudian menggugurkan penemuan
sebelumnya. Sosiologis bersifat logis artinya sosiologi disusun secara masuk
akal, tidak bertentangan dengan hukum-hukum logika sebagai pola pemikiran untuk
menarik kesimpulan.
Sosiologi juga bersifat empiris,
artinya sosiologi didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat
serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Sosiologi bersifat teoritis, artinya
sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil penelitian.
Sosiologi bersifat kumulatif, artinya sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori
yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus
teori-teori lama. Sosiologi bersifat non-ethnis, artinya sosiologi yang dibahas
dan dipersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya
adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis. Soekanto (1986: 11)
Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana untuk membedakan sosiologi
dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang tergabung pula dalam ilmu-ilmu
sosial? Mengenai persoalan ini masih banyak tumpang tindih oleh karena
pembedaannya tidak tegas dan bukan hanya menyangkut perbedaan dalam isi atau
objek penyelidikan, akan tetapi juga menyangkut perbedaan tekanan pada
unsur-unsur objek yang sama, atau lebih jelasnya pendekatan yang berbeda
terhadap objek yang sama.
Untuk lebih memberikan gambaran yang jelas
dipersilahkan membaca secara cermat dan teliti uraian berikut ini:
1. Pengetian Sosiologi Menurut Polak,
sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah suatu kompleks
atau disiplin pengetahuan tentang suatu bidang realitas tertentu, yang
didasarkan pada kenyataan (fakta-fakta) dan yang disusun serta
diantar-hubungkan secara sistematis dan menurut hukum-hukum logika.
Karena pengetahuan ilmiah
didasarkan pada fakta-fakta maka orang sering menamakannya ―obyektif‖.
Pernyataan ini kurang tepat, pada hakekatnya tidak ada pengetahuan obyektif.
Auguste Comte (1789-1853). Menjelaskan Kata sosiologi mula-mula digunakan oleh
Auguste Comte, dalam tuliasannya yang berjudul Cours de Philosopie Positive
(Positive Philosophy) tahun 1842.
Sosiologi berasal dari bahasa
latin yang dari dua kata; Socius dan Logos. Secara harfiah atau etimologis kata
socius berarti teman, kawan, sahabat, sedangkan logos berarti ilmu pangetahuan.
Secara operasional Auguste Comte menjelaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu
pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan pula hasil terakhir perkembangan
ilmu pengetahuan, didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh
ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, dibentuk berdasarkan observasi dan tidak pada
spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat serta hasilnya harus disusun
secara sistematis.
Menurut Emile Durkheim
(1858-1917) sosiologi adalah ilmu tentang lembaga-lembaga sosial, yakni
pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan yang sudah ―tertera‖ yang sedikit banyak
menundukkan para warga masyarakat. Sedangkan William F. Ogburn dan Meyer F.
Nimkoff dalam bukunya yang berjudul “Sociology” Edisi Keempat, halaman 39
dijelaskan bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi
sosial dan hasilnya berupa organisasai sosial. Alvin Bertrand, ia mengatakan
bahwa sosiologi adalah studi tentang hubungan antar manusia (human
relationship).
Dari beberapa definisi tentang
sosiologi tersebut di atas terdapat dua hal yang penting dalam memahami
sosiologi. Pertama, masyarakat sebagai keseluruhan. Kedua, masyarakat sebagai
jaringan antar hubungan sosial. Tugas sosiologi adalah untuk menyelami,
menganalisa dan memahami jaringan-jaringan antar hubungan itu.
2. Obyek Sosiologi Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dalam interaksinya karena itu objek
sosiologi menurut Meyer F. Nimkoff, dalam M. Nata Saputra (1982: 30-31) ada 7
objek, yaitu: (1) faktor dalam kehidupan sosial manusia, (2) kebudayaan, (3)
sifat hakiki manusia (human nature), (4) kelakuan kolektif, (5) persekutuan
hidup, (6) lembaga sosial, dan (7) perubahan sosial (social change). Menurut
Jabal Tarik Ibrahim (2002: 2) obyek sosiologi adalah masyarakat, masyarakat
yang dimaksud adalah hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari
hubungan antar manusia dalam masyarakat. Masyarakat (society) adalah sejumlah
orang yang bertempat tinggal hidup bersama menjadi satu kesatuan dalam sistem
kehidupan bersama. Sistem hidup bersama ini kemudian menimbulkan kebudayaan
termasuk siatem hidup itu sendiri. Dalam garis besarnya ada 3 pendapat tentang
objek sosiologi, yaitu;
a. Objek sosiologi adalah
individu (individualisme). Tokohnya George Simmel, yang memandang masyarakat
dari sudut individu; kresatuan kelompok itu asalnya semata-mata dari kesatuan
yang nyata berwujud yang terdiri dari manusiamanusia perorangan. George Simmel
menitik beratkan pada daya pengaruh mempengaruhi antara individu-individu yang merupakan
sumbar segala pembentukan kelompok.
b. Objek sosiologi adalah
kelompok manusia/masyarakat (kolektivisme). Tokohnya Ludwik Gumplowicz. Baginya
masyarakat atau kelompok manusia merupakan satu-satunya objek sosiologi. Dalam
peristiwa sejarah, individu adalah pasif di mana kehidupan kerokhaniannya
ditentukan oleh kehendak masyarakat. Perhatian Ludwik terutama dicurahkan pada
perjuangan antara golongan-golongan.
c. Objek sosiologi adalah
realitas sosial. Pandangan yang individualistis dan kolektivistis tersebut di
atas itu biasanya dipandang sebagai berat sebelah, karena itu pandangan ketiga
ini ingin menjauhi kelemahan itu. Pandangan ini melihat kehidupan sosial dari
sudut saling mempengaruhi dan bersikap tidak memihak terhadap pertentangan
antara kedua faham tersebut. Bahkan ada yang tidak mengakui pertentangan yang
ada antara kedua faham itu.
Faktor Pendorong Lahirnya Sosiologi
George Ritzer, seorang sosiolog dari Amerika
Serikat, menjelaskan ada kekuatan besar yang menyebabkan lahirnya teori
sosiologi, yakni kekuatan sosial dan kekuatan intelektual yang terjadi selama
beberapa kurun waktu tertentu. Setidaknya ada tujuh kekuatan sosial yang
menjadi penyebab lahirnya teori sosiologi, yakni:
1.
Revolusi politik yang berawal dari Revolusi Perancis
Peristiwa
berdarah yang terjadi pada tahun 1789 tersebut membawa dampak positif sekaligus
dampak negatif dalam kehidupan masyarakat. Dampak negatif terhadap masyarakat
adalah terjadinya chaos dan masyarakat tidak
memiliki struktur yang teratur.
Para
tokoh dan ilmuwan menginginkan adanya dasar-dasar baru agar masyarakat dapat
terintegrasi dengan baik. Atas dasar itulah, August Comte dan Emile Durkheim
memberikan sumbangsih pemikirannya.
2.
Revolusi Industri dan kapitalisme
Revolusi industri merupakan
salah satu peristiwa penting yang merubah kebiasaan hidup masyarakat Eropa pada
akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Revolusi industri dan beberapa kejadian
terdekatnya mentransformasikan masyarakat saat itu dari budaya bertani berubah
haluan menjadi budaya industry. Hal ini mengakibatkan banyaknya petani yang
pindah ke kota untuk bekerja di industri-industri.
Sementara
itu, para kapitalis (pemodal) yang jumlah sedikit semakin mendapatkan
keuntungan yang besar dengan bertambahnya pekerja di bidang industri. Revolusi
industry dan kapitalisme tersebut menghasilkan reaksi pertentangan sehingga
menimbulkan gejolak yang begitu dahsyat di Eropa. Hal ini mendorong beberapa
pemikir seperti Emile Durkheim, Max Weber, Karl Max, George Simmel untuk
memahami permasalahan yang terjadi dan mencari jalan keluar dari realita yang
sedang terjadi.
3.
Bangkitnya gerakan feminisme
Pada awal pergerakannya di tahun 1630-an, gerakan feminisme tidak begitu mencolok. Namun gerakan ini memiliki pengaruh dahsyat baru pada tahun 1780 dan seterusnya. Terlebih di tahun 1850-an, mereka memiliki mobilisasi yang terorganisir dengan baik sehingga mereka dapat menyuarakan suara mereka untuk menentang perbudakan, mendukung hak-hak politik kelas menengah, dan hak politik perempuan.
Karya-karya
para feminis seringkali terpinggirkan oleh karya para sosiolog laki-laki yang
menyusun sosiologi sebagai basis kekuatan professional. Karya para feminisi
seperti Harriet Martineu, Charlotte Perkins Gilman, Jane Addams, Florence
Keller, dan lainnya masih sering ditanggapi secara konservatif daripada
ditanggapi secara kritis oleh para sosiolog laki-laki.
4.
Bangkitnya Sosialisme
Akibat besar
yang ditimbulkan oleh kapitalisme mendorong Karl Marx untuk menawarkan sistem
sosialimes sebagai solusi baru. Namun demikian, ide Karl Marz yang revolusioner
tersebut ditentang oleh sosiolog lainnya seperti Max Weber dan Emil Durkheim.
Kedua tokoh tersebut memilih untuk memperbaiki sistem kapitalisme ketimbang
melakukan revolusi besar-besaran ala Karl Marx.
5.
Urbanisasi
Besarnya
arus urbanisasi akibat revolusi industri terjadi karena kota telah menjadi
pusat pendidikan, hiburan, pendirian pabrik, dan aktivitas ekonomi. Hal ini
tidak hanya berdampak positif bagi kehidupan kota saja, namun kehidupan kota
semakin banyak terjadi kriminalitas, kelebihan penduduk, kemacetan,
pengangguran, dan lain-lainnya. Kondisi ini menarik para sosiolog untuk
mengkaji kondisi tersebut sesuai keilmuan mereka sehingga dapat menemukan
solusi yang tepat.
6.
Perubahan Kehidupan Keagamaan
Terjadinya revolusi industri,
revolusi sosial, dan urbanisasi dalam waktu yang berdekatan memberikan dampak
yang besar dalam berbagai sendi kehidupan, salah satunya kehidupan keagamaan.
Perubahan yang dirasakan dalam kehidupan beragama adalah otoritasnya yang
seakan-akan berkurang dalam menjaga moral masyarakat.
7.
Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan
Saat teori
sosisologi dibangun oleh para ilmuwan, minat akademisi dan masyarakat dalam
ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Baik di dalam kehidupan universitas,
aplikasi dalam industri, maupun pemikiran-pemikiran dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal ini tidak lepas dari keberhasilan penelitian-penelitian di
bidang sains dan teknologi seperti fisika, kimia, biologi, dan matematika yang
mendapatkan tempat terhormat sehingga menginspirasi banyak orang.
Daftar Pustaka/Sumber:
Subadi, T. (2008).
Sosiologi.
https://www.gramedia.com/literasi/teori-sosiologi/
Sunarto, K. (2005). Pengantar sosiologi. Universitas Indonesia Publishing.
Komentar
Posting Komentar